Kira-kira beberapa jam yang lewat, diriku nonton sebuah acara di stasiun tipi swasta (baca: Barometer SCTV). Acaranya cukup menarik dan seru untuk dipelototin. Topiknya tentang artis-artis kita yang mencalonkan dirinya menjadi wakil rakyat.
Yang diundang untuk berceloteh ada 5 orang artis ditambah 2 orang pengamat dan dua institusi pendidikan (baca: 2 sekolah). Selain itu juga diundang yang katanya baru nulis ‘n’ nerbitin buku yang berkisah tentang koar-koar para artis yang jadi calon wakil rakyat. Terus acara ini juga dilengkapin statistic hasil poling dari 10 kota besar yang membahas artis dan wakil rakyat….mungkin biar seru kali yeee….
Kebetulan juga pemirsa…eehh salah…pembaca….dari 5 artis ini, salah satunya lagi aktip sebagai wakil rakyat yang katanya masih dipercaya untuk nyalon lagi.
Begitu acara ini dimulai dan para peserta yang diundang ini diperkenalkan …. mulailah terjadi silang pendapat. Si artis mengemukakan alasannya tuk jadi wakil rakyat walaupun sebenarnya alasannya sangat sangatlah klasik menjurus najong…taukah sodara-sodara apa itu…tak lain ‘n’ tak bukan semuanya katanya “demi rakyat”, mereka terpanggil untuk bela kepentingan rakyat yang sudah ditindas selama ini…
Acara bertambah seru setelah ada pertanyaan dari para mahasiswa. Para artis menjawab apa yang harus mereka jawab, berargumen ‘n’ bertambah dahsyat setelah para pengamat mementahkan jawaban para artis. Si pengamat berpendapat dengan background ‘n’ pengetahuan yang dia miliki. Sementara para artis dengan caranya sendiri mencoba untuk mempertahankan argumennya. Acara jadi semakin panas. (kompor kali)
Tapi tiba-tiba otak ‘n’ pikiran diriku ngerasa "keganggu" dengan argument ‘n’ sikap prilaku para artis kita yang notabene calon wakil rakyat. Ketika ada pertanyaan tentang layaknya mereka tuk jadi wakil rakyat? Siap mundur ga, kalo entar ga bisa kasi kontribusi? Terus ada pernyataan dari akademisi bahwa mereka ga yakin dengan para artis.
Tapi apa jawabannya sodara-sodara….si artis berargumen bahwa dia layak karena tau penderitaan rakyat. Kalopun mahasiswa ga suka dia no problem, karena mereka dengan yakinnya bilang mempunyai kantong-kantong suara, jadi tanpa mahasiswa ga masalah. Emang sih jawaban yang biasa…tapi kok diriku ngeliat…seperti jawaban yang sedikit “arogan”…..apalagi mereka menjawab dengan muka yang "kurang bersahabat"???!!! Apa karena terlalu serius…..taulah….
Apalagi artis yang lain menyebutkan mereka layak untuk dipilih, toh katanya mereka berpendidikan ‘n’ lagi kuliah S2. It’s ok mereka kuliah, baguslah kalo’ artis kita ga hanya ngandelin cakep doang…tapi itu dia mukanya kok ga asik banget ya…terus seperti ga mo kalah ‘n’ ga mo disalahin…..
Ketika ada pertanyaan berapa dana yang telah mereka keluarkan? Dan bagaimana mereka mengembalikan dana yang telah dikeluarkan buat kampanye? Entar korupsi lagi?
Jawaban mereka bahwa ga masalah berapapun dana yang udah dikeluarkan, toh demi rakyat.
Ok jawaban yang top abisss….tapi ketika ada celoteh honor mereka ma korupsi…..jujur diriku sangat tidak suka. Bahwa mereka berjuang buat rakyat, demi rakyat…siiplah…tapi embel-embel kalimat buat apa korupsi? honor di wakil rakyat mereka berapa sih? lebih banyak honor yang mereka dapatkan kalo dia jadi artis….!!!! Emang sih dicelotehin sambil “cengengesan”, tapi kembali diriku ngeliat raut mukanya itu loh…ok itu becanda…..tapi bagi yang peka ma sensitip kayanya terkesan “cari pembenaran”…(maap artis….bukan diriku loh yang sensitip, orang-orang lain mungkin yang sensitip)
Emang sih kalo dari sisi materi, penghasilan jadi wakil rakyat ga seberapa dibandingkan kalo dia maen sinetron, manggung ato apalah. Tapi perlu diingat kata orang bijak sih manusia itu pasti yang di incer “harta, tahta ‘n’ wanita”. Harta udah mereka dapet. "Kekuasaan" apakah uda dia dapet????
Untuk jawaban dengan mimic becanda it’s ok, mungkin biar ga tegang. Tapi ketika jawaban yang kadang-kadang kelewat ga nyambung disertai dengan polah yang “kurang berkenan” itu yang bikin diriku berpikir ‘n’ berpikir lagi.
Mungkinkah entar di ruang sidang kelakuan mereka yang tak “senonoh” itu muncul, karena kita ga tau entar yang terjadi ‘n’ apa yang mereka kerjakan di senayan sana. Apa entar sidang yang seharusnya serius jadi sidang “lelucon”. Kita ga tau, karena ga ada stasiun tipi yang nyorot beliau-beliau secara penuh ato ga ada siaran khusus tiap hari, tiap saat……(boleh juga nih ide buat stasiun tipi khusus nyorot klakuan para wakil kita selama 24 jam, 7 hari, 4 minggu, 12 bulan ‘n’ lima tahun pull)
Istilah “badut-badut politik” yang sering kita denger selama ini jadi badut beneran……..
Kamis, 2009-03-19 – 05:48 (Yulias)
This entry was posted
on Kamis, 19 Maret 2009
at 5:48:00 AM
and is filed under
artikel
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.