Dengan bermaksud untuk mensukseskan pemilu, maka kegiatan siskamling yang akhir-akhir ini dilupakan, kembali di ”operasikan”. Sebuah bentuk kegiatan untuk membantu mengamankan lingkungan masing-masing dari hal-hal yang bisa menggagalkan pemilu.
Bukannya tidak setuju dengan adanya kegiatan tersebut, tapi mungkin cara dan pelaksanaanya yang membuat diriku kurang berkenan. Siskamling kok tiba-tiba muncul………
Kalau memang siskamling ini bermanfaat kok hanya pada saat pemilu ini saja?
Padahal siskamling manfaatnya bagi kita mungkin ga hanya sebatas pengamanan semata, tapi bisa bermanfaat lebih dari itu. Misalnya dengan adanya siskamling kita ber “silaturrahmi” antar sesama warga, saling mengenal satu sama lain dan banyak hal lainnya.
Yang membuat diriku benar-benar tidak berkenan adalah ketika pengumuman tentang siapa-siapa yang bertugas pada saat siskamling itu muncul sekaligus denda apabila kita tidak bertugas…….?!?!?!
Diriku jadi berpikir apakah jaman “colonial” kembali muncul?
Daftar nama muncul tanpa konfirmasi sebelumnya dan langsung harus bertugas. Apakah yang buat daftar ini ga mikir kali yee.. kalo warganya mungkin lagi ada kesibukan atau lagi ga ada ditempat!!!!
Kok ga ada pertemuan dan musyawarah sebelumnya. Paling tidak kalo ada pertemuan bisa dibahas hal-hal teknis tentang pelaksanaan siskamling. Pemilihan siapa yang bertugaspun bisa dipecahkan bersama tanpa ada yang merasa dirugikan. Misalnya di lotere untuk mendapatkan kapan jadwal tugas dan siapa yang menjadi partner ketika ronda nanti.
Belum lagi tanggungjawabnya yang tidak kecil, karena berhubungan dengan pengamanan. Kalo misalnya ada suatu kejadian siapa yang nanti akan bertanggungjawab? Akan diapakan si “pelaku onar”? akan dibawa kemana apabila si “pelaku onar” ketangkep?
Kalo ketangkep mungkin si peronda bisa jadi “hero”, tapi kalo ga ketangkep pasti ujung-ujungnya si peronda yang kena dampaknya.
Hal yang lebih menyakitkan lagi, ketika datang petugas RW, kita seolah-olah sangat tidak dianggap dan tak lebih seperti seorang pesakitan. Si petugas RW datang tanpa basa-basi dan hanya meng “absensi” kita setelah itu pergi. Emang kita siapa…….?
Ga ada sepotong kalimatpun yang menanyakan kondisi kita seperti apa? Lingkungan sudah aman apa belum? Atau ada kejadian aneh?...semuanya ga ada……
.
Bicara konsumsi, kita hanya makan angin! Terpaksa kita mengeluarkan dari kantong pribadi, daripada kita hanya “manyun” dan bisa-bisa juga sakit karena kelaparan di waktu malam.
Memang siskamling sebuah bentuk kerelaan warga untuk menjaga wilayah dan lingkungannya masing-masing. Tapi kita sebagai manusia pasti adalah sifat-sifat ga terima….
Bicara konsumsi, kita hanya makan angin! Terpaksa kita mengeluarkan dari kantong pribadi, daripada kita hanya “manyun” dan bisa-bisa juga sakit karena kelaparan di waktu malam.
Memang siskamling sebuah bentuk kerelaan warga untuk menjaga wilayah dan lingkungannya masing-masing. Tapi kita sebagai manusia pasti adalah sifat-sifat ga terima….
Ga terimanya karena siskamling ini buat pelaksanaan pemilu. Bukannya pemilu sudah ada petugasnya dan dapat honor pula serta akomodasi ditanggung. Kenapa bukan dia aja yang bertugas! Kalau emang kita diminta bantu….ya tolonglah sisihkan honornya buat sekedar konsumsi si peronda….
Ketika si petugas pemilu buat kesalahan kok ga ada peraturan yang menyebutkan tentang denda. Tapi si peronda apabila tidak bertugas mendapatkan sangsi denda sebesar Rp. 30.000,-………………Dimana Keadilan……….
Jangan-jangan para warga yang bertugas siskamling bukan sebuah bentuk “kerelaan” tapi karena "takut kena sangsi dan kehilangan sejumlah uang….."
This entry was posted
on Rabu, 08 April 2009
at 3:52:00 PM
and is filed under
colonial,
pemilu,
siskamling
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.